Kamis, 23 Januari 2014

Pernikahan Yang Dilarang

BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH

Pernikahan adalah suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang lakilaki dan perempuan yang bukan muhrim dan menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya. Dalam arti luas pernikahan adalah merupakan suatu ikatan lahir antara dua orang, laki laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu bahtera rumah tangga dan keturunan yang dilangsungkan menurut ketentuan ketentuan syariat islam.

B.     RUMUSAN MASALAH

  1. Apakah mahasiswa mengerti tentang macam-macam pernikahan yang dilarang menurut syariat islam?
  2. Apakah mahasiswa mengetahui tentang hak dan kewajiban suami istri?
  3. Apakah mahasiswa mengetahui hikmah pernikahan?

C.    TUJUAN DAN KEGUNAAN

Agar mahasiswa dapat mengerti dan memahami mengenai macam-macam pernikahan yang dilarang menurut syariat agama islam,kewajiban suami istri dalam rumah tangga,dan juga hikmah perkawinan.

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    MACAM-MACAM PERNIKAHAN YANG DILARANG

Allah tidak membiarkan para hamba-Nya hidup tanpa aturan. Bahkan dalam masalah pernikahan, Allah dan Rasul-Nya menjelaskan berbagai pernikahan yang dilarang dilakukan. Oleh karenanya, wajib bagi seluruh kaum muslimin untuk menjauhinya.

  1. Nikah Syighar
    Diefinisi nikah ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

    “Artinya : Nikah syighar adalah seseorang yang berkata kepada orang lain, ‘Nikahkanlah aku dengan puterimu, maka aku akan nikahkan puteriku dengan dirimu.’ Atau berkata, ‘Nikahkanlah aku dengan saudara perempuanmu, maka aku akan nikahkan saudara perempuanku dengan dirimu”

    Dalam hadits lain, beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    “Artinya : Tidak ada nikah syighar dalam Islam”

  2. Niah tahlil
    Yaitu menikahnya seorang laki-laki dengan seorang wanita yang sudah ditalak tiga oleh suami sebelumnya. Lalu laki-laki tersebut mentalaknya. Hal ini bertujuan agar wanita tersebut dapat dinikahi kembali oleh suami sebelumnya (yang telah mentalaknya tiga kali) setelah masa ‘iddah wanita itu selesai.

    Nikah semacam ini haram hukumnya dan termasuk dalam perbuatan dosa besar. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    “Artinya : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melaknat muhallil  dan muhallala lahu

  3. Nikah Mut’ah
    Nikah mut’ah disebut juga nikah sementara atau nikah terputus. Yaitu menikahnya seorang laki-laki dengan seorang wanita dalam jangka waktu tertentu; satu hari, tiga hari, sepekan atau lebih. Para ulama kaum muslimin telah sepakat tentang haram dan tidak sahnya nikah mut’ah. Apabilah telah terjadi, maka nikahnya batal. Telah diriwayatkan dari Sabrah al-Juhani radhiyal-laahu ‘anhu, ia berkata.

    “Artinya : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan kami untuk melakukan nikah mut’ah pada saat Fathul Makkah ketika memasuki kota Makkah. Kemudian sebelum kami mening-galkan Makkah, beliau pun telah melarang kami darinya (melakukan nikah mut’ah)” 

  4. Nikah dalam masa ‘iddah
    Berdasarkan firman Allah Ta’ala

    “Artinya : Dan janganlah kamu menetapkan akad nikah, sebelum habis masa ‘iddahnya” [Al-Baqarah : 235]

  5. Nikah dengan wanita kafir selain Yahudi dan Nasrani
    Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

    “Artinya : Dan janganlah kaum nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun ia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun ia menarik hatimu. Mereka mengajak ke Neraka, sedangkan Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” [Al-Baqarah : 221)

  6. Nikah dengan wanita-wanita yang diharamkan karena senasab atau hubungan kekeluargaan karena pernikahan
    Berdasarkan firman Allah Ta’ala

    “Artinya : Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara perem-puanmu, ibu-ibu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuan yang satu susuan denganmu, ibu-ibu isterimu (mertua), anak-anak perempuan dari isterimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum mencampurinya (dan sudah kamu ceraikan) maka tidak berdosa atasmu (jika menikahinya), (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” [An-Nisaa' : 23]

  7. Nikah dengan wanita yang haram dinikahi di-sebabkan sepersusuan, berdasarkan ayat di atas.

  8. Nikah yang menghimpun wanita dengan bibinya, baik dari pihak ayahnya maupun dari pihak ibunya.
    Berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

    “Artinya : Tidak boleh dikumpulkan antara wanita dengan bibinya (dari pihak ayah), tidak juga antara wanita dengan bibinya (dari pihak ibu)”

  9. Nikah dengan isteri yang telah ditalak tiga
    Wanita diharamkan bagi suaminya setelah talak tiga. Tidak dihalalkan bagi suami untuk menikahinya hingga wanitu itu menikah dengan orang lain dengan pernikahan yang wajar (bukan nikah tahlil), lalu terjadi cerai antara keduanya. Maka suami sebelumnya diboleh-kan menikahi wanita itu kembali setelah masa ‘iddahnya selesai. Berdasarkan firman Allah Ta’ala :

    “Artinya : Kemudian jika ia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum ia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan bekas isteri) untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan.” [Al-Baqarah : 230]

    Wanita yang telah ditalak tiga kemudian menikah dengan laki-laki lain dan ingin kembali kepada suaminya yang pertama, maka ketententuannya adalah keduanya harus sudah bercampur (bersetubuh) kemudian terjadi perceraian, maka setelah ‘iddah ia boleh kembali kepada suaminya yang pertama. Dasar harus dicampuri adalah sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,

    “Artinya : Tidak, hingga engkau merasakan madunya (ber-setubuh) dan ia merasakan madumu”

  10. Nikah pada saat melaksanakan ibadah ihram

    Orang yang sedang melaksanakan ibadah ihram tidak boleh menikah, berdasarkan sabda Nabi shallal-laahu ‘alaihi wa sallam:

    “Artinya : Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah atau melamar”

  11. Nikah dengan wanita yang masih bersuami

    Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

    “Artinya : Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami...” [An-Nisaa' : 24]

  12. Nikah dengan wanita pezina / pelacur

    Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

    “Artinya : Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan, atau dengan perempuan musyrik; dan pezina perempuan tidak boleh menikah kecuali dengan pezina laki-laki atau dengan laki-laki musyrik; dan yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang mukmin.” [An-Nuur : 3]

    Seorang laki-laki yang menjaga kehormatannya tidak boleh menikah dengan seorang pelacur. Begitu juga wanita yang menjaga kehormatannya tidak boleh menikah dengan laki-laki pezina. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala

    “Artinya : Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rizki yang mulia (Surga).” [An-Nuur : 26] Namun apabila keduanya telah bertaubat dengan taubat yang nashuha (benar, jujur dan ikhlas) dan masing-masing memperbaiki diri, maka boleh dinikahi. Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma pernah berkata mengenai laki-laki yang berzina kemudian hendak menikah dengan wanita yang dizinainya, beliau berkata, “Yang pertama adalah zina dan yang terakhir adalah nikah. Yang pertama adalah haram sedangkan yang terakhir halal”

  13. Nikah dengan lebih dari empat wanita

    Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

    “Artinya : Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat...” [An-Nisaa' : 3]

    Ketika ada seorang Shahabat bernama Ghailan bin Salamah masuk Islam dengan isteri-isterinya, sedangkan ia memiliki sepuluh orang isteri. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memilih empat orang isteri, beliau bersabda, “Artinya : Tetaplah engkau bersama keempat isterimu dan ceraikanlah selebihnya” Juga ketika ada seorang Shahabat bernama Qais bin al-Harits mengatakan bahwa ia akan masuk Islam sedangkan ia memiliki delapan orang isteri. Maka ia mendatangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan menceritakan keadaannya. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda

    “Artinya : Pilihlah empat orang dari mereka”

B.     HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI

1.      Hak Bersama Suami Istri

  • Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
  • Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa’: 19 – Al-Hujuraat: 10)
  • Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
  • Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)

2.      Adab Suami Kepada Istri .

  • Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-aubah: 24)
  • Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah dan Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14)
  • Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)

3.      Diantara Kewajiban Suami Terhadap Istri, Ialah:

  • Membayar mahar, Memberi nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)
  • Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
  • Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
  • Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
  • Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
  • Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
  • Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)
  • Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)
  • Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
  • Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
  • Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
  • Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
  • Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
  • Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)
  • Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: ?40)

4.      Adab Isteri Kepada Suami

  • Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34)
  • Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri. (Al-Baqarah: 228)
  • Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)

5.      Diantara Kewajiban Istri Terhadap Suaminya, Ialah:

    a. Menyerahkan dirinya,

    b. Mentaati suami,

    c. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,

    d. Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami

    e. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)

    1. Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam kesibukan. (Nasa’ i, Muttafaqun Alaih)
    2. Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim)
    3. Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)
    4. Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)
    5. Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi  saw.: “Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)
    6. Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
    7. Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani)
    8. Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34)

 

C.    HIKMAH PERKAWINAN

Hikmah-hikmah Pernikahan ini sudah dijelaskan oleh al-Qur’ân dan Hadits Nabi Muhammad shall Allâhu `alaihi wa sallam, dengan mengetahui hikmah-hikmah tersebut akan mendorong seseorang untuk berusaha untuk melaksanakannya dengan benar dan penuh rasa sejuk, serta ridha apapun yang akan ia hadapi setelah itu. Hikmah-hikmah pernikahan juga akan menambah keyakinan bagi orang yang akan melaksanakannya, secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut:

Menumbuh kembangkan naluri kebapakan bagi laki-laki dan naluri keibuan bagi perempuan. Dengan demikian sikap laki-laki dan perempuan yang punya anak berbeda dengan yang tak punya anak.

  1. Menumbuhkan aktivitas untuk berusaha dan mencari rizki yang halal (QS. al-Baqarah/2: 233).
  2. Memperteguh rasa kasih sayang (QS. al-Rûm/30: 21).
  3. Menjalin rasa persaudaraan antara dua keluarga (suami dan isteri).
  4. Mempererat persatuan dan kesatuan umat Islam pada umumnya.

Secara khusus hikmah pernikahan ini diterangkan dalam al-Qur’ân sebagai berikut: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (QS. al-Rûm/30: 21).

D.    Hikmah Syariat Nikah   

  1. Nikah adalah salah satu sunnah (ajaran) yang sangat dianjurkan oleh Rasul Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dalam sabdanya yang artinya:

    Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang mampu menikah (jima’ dan biayanya) maka nikahlah, karena ia lebih dapat membuatmu menahan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa tidak mampu menikah maka berpuasalah, karena hal itu baginya adalah pelemah syahwat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

  2. Nikah adalah satu upaya untuk menyempurnakan iman. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda yang artinya:

    Barangsiapa memberi karena Allah, menahan kerena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikahkan karena Allah maka ia telah menyempurnakan iman.” (HR. Hakim,dia berkata: Shahih sesuai dg syarat Bukhari Muslim. Disepakati oleh adz Dzahabi)

  3. Nikah adalah satu benteng untuk menjaga masyarakat dari kerusakan, dekadensi moral dan asusila. Maka mempermudah pernikahan syar’i adalah solusi dari semu itu. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda yang artinya:

    Jika datang kepadamu orang yang kamu relakan akhlak dan agamanya maka nikahkanlah, jika tidak kamu lakukan maka pasti ada fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Hakim, hadits shahih)

  4. Pernikahan adalah lingkungan baik yang mengantarkan kepada eratnya hubungan keluarga, dan saling menukar kasih sayang di tengah masyarakat. Menikah dalam Islam bukan hanya menikahnya dua insan, melainkan dua keluarga besar.

  5. Pernikahan adalah sebaik-baik cara untuk mendapatkan anak, memperbanyak keturunan dengan nasab yang terjaga, sebagaimana yang Allah pilihkan untuk para kekasih-Nya:

    Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan.” (QS. ar Ra’d:38 )

  6. Pernikahan adalah cara terbaik untuk melampiaskan naluri seksual dan memuaskan syahwat dengan penuh ketenangan.
  7. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda yang artinya:

    Sesungguhnya wanita itu menghadap dalam rupa setan (menggoda) dan membelakangi dalam rupa setan, maka apabila salah seorang kamu melihat seorang wanita yang menakjubkannya hendaklah mendatangi isterinya, sesungguhnya hal itu dapat menghilangkan syahwat yang ada dalam dirinya.” (HR. Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi)

  8. Pernikahan memenuhi naluri kebapakan dan keibuan, yang akan berkembang dengan adanya anak.

  9. Dalam pernikahan ada ketenangan, kedamaian, kebersihan, kesehatan, kesucian dan kebahagiaan, yang diidamkan oleh setiap insan

0 komentar :

Posting Komentar

 
Design by Blogger Indonesia | Bloggerized by Pratama