Jumat, 24 Januari 2014

Perbandingan pada Kumpulan Puisi Chairil Anwar dan Taufiq Ismail

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesusatraan merupakan karya yang mengungkapkan perasan atau pikiran manusia yang dipengaruhi imajinasi dengan menggunakan bahasa sebagai media. Kaya sastra pada dasarnya adalah manifestasi kehidupan, karena karya sastra merupakan gambaran kehidupan manusia yang diwujudkan oleh pengarang dalam bentuk puisi , drama, novel, dan cerpen. Sastra juga merupakan ungkapan jiwa seseorang dan perasaan dari pengalaman serta semangat yang dipaparkan melalui bahasa (Esten, 1989 : 20).

Menurut Van Luxemburg dkk. “sastra diolah secara istimewa secara langsung tidak menyatakan suatu kenyataan, tapi dapat membuka batin kita bagi pengalaman baru atau mengajak kita untuk mengatur pengalaman tersebut dengan cara baru” (1981: 9 ).

Hal ini menunjukkan bahwa sekalipun karya sastra adalah imajinatif, tetapi tetap berlandaskan pada sebuah kebenaran yang dapat dijadikan pelajaran dalam kehidupan sehari-hari.

Puisi merupakan bentuk karya sastra yang berbeda dengan karya satra lainnya, yaitu prosa dan drama. Dibandingkan prosa yang menggambarkan sesuatu secara lebih riil, puisi adalah karya yang membutuhkan daya apresiasi lebih. Hal ini dikarenakan dalam puisi terdapat pengkonsentrasian (pemadatan) kekuatan bahasa, yaitu struktur dan batin.

Dalam perkembangan satra yang termasuk di dalamnya puisi,telah lahir angkatan-angkatan atau periode-periode yang memiliki ciri masing-masing. Lahirnya angkatan-angkatan tersebut didorong oleh keadaan dan tuntutan zaman saat itu. Namun pada dasarnya sebuah karya sastra merupakan respon terhadap karya sebelumnya. Teeuw (1984 :145 ) menyatakan bahwa “sebuah karya satra mendapatkan maknanya yang hakiki dalam kontrasnya dengan karya yang sebelumnya”.

Kajian intertekstual puisi adalah kajianyang membandingkan, menjajarkan, dan mengontraskan puisi-puisi secara teks. Hubungan intertekstualpuisi ditunjukkan oleh adanya pengaruh suatu puisi terhadap puisi yang lain, yang bisa berupa kesejajaran dan atau bahkan kekontrasan.

Oleh karena itu, sebuah teks tidak bisa dilepaskan sama sekali dengan teks lain. Karena pada dasarnya sebuah teks adalah kutipan dan penyerapan dari teks-teks lain. Teks dalam pengertian umum adalah dunia semesta ini, bukan hanya teks tertulis atau teks lisan. Adat istiadat, kebudayaan, film, drama secara pengertian umum adalah teks. Oleh karena itu, karya satra tidak lepas dari hal-hal yang menjadi latar penciptaan tersebut baik secara umum maupun secara khusus (Pradopo, 2001:82).

B. Rumusan Masalah

Masalah yang penulis rumuskan adalah sebagai berikut :

  1. Apakah yang dimaksud dengan puisi ?
  2. Apa saja unsur-unsur pembangunan dalam sebuah puisi ?
  3. Bagaimana cara analisis perbandingan pada kumpulan puisi Chairil Anwar dan Taufiq Ismail

C. Tujuan penulisan

Tujuan penulis membuat tugas ini adalah :

  1. Mengetahui unsur-unsur pembangun dalam sebuah puisi.
  2. Mengetahui adanya hbungan intertekstual puisi-puis karya Chairil Anwar dengan puisi-puisi karya Taufiq Ismail
  3. Untuk meningkatkan pemahaman dan daya apresaiasi terhadap puisi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian Puisi

Secara etimologi, kata puisi dalam bahasa Yunani poiesis yang berarti penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan poen. Menurut Coulter dalam Tarigan (2009:6) mengenai kata poet, menjelaskan bahwa kata poet yang berarti membuat atau mencipta1. Dalam bahasa Yunani sendiri kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya, orang yang hamper menyerupai dewa atau orang-orang yang suka kepada dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang tersembunyi.

Sebagaimana bentuk karya sastra lainnya, puisi merupakan sebuah karya sastra yang berangkat dari kenyataan dan merupakan sebuah penggalian dan peresapan secara teratur terhadap suatu hal atau permasalahan.

Puisi adalah suatu sintesis dari berbagai peristiwa yang telah tersaingf semurni-murninya dan berbagai proses jiwa yang mencari hakikat pengalamannya dengan sistem keorespondensi dalam satu bentuk” (S. Mulyana dalam Antarsemi, 1988:93).

Puisi juga merupakan bentuk karya sastra yang menggunakan pengulangan suara sebagai ciri khasnya. Pengulangan suara dalam puisi akan memberikan penekanan makna pada kata dimaksud..

Penggunaan bahasa dalam puisi berbeda dengan penggunaan bahasa dalam prosa. Bahasa puisi bersifat konotatif dan memiliki banyak kemungkinan makna (ambiguitas). Hal ini karena “adanya pemilihan kata yang cermat dan padat” (A.Sayuti, 2002:10).

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dengan menggunakan bahasa yang padat dan sarat makna.

2. Unsur-Unsur Yang Membangun Puisi

Sebuah puisi adalah sebuah struktur yang terdiri dari unsur-unsur pembangun yang bersifat padu” (H.J. Waluyo, 1995:25). Unsur-unsur tadi dikatakan padu karena tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Unsur-unsur itu bersifat fungsional dalam kesatuannya.

Puisi terdiri atas dua unsur pokok yaitu struktur fisik dan batin. Keduanya merupakan unsur yang saling mengikat dan membentuk totalitas makna. Kedua unsur ini merupakan yang membangun puisi dari dalam atau yang lebih sering disebut unsur intrinsik puisi. Sebagaimana karya sastra lainnya puisi pun terdiri dari unsur intrinsik dan ekstrinsik..

Bentuk sastra puisi mempunyai struktur yang berbeda dari prosa. Perbedaan ini tidak hanya dari fisiknya, tetapi juga dalam hal struktur batin.struktur fisik puisi adalah apa yang disebut metode puisi, sedangkan struktur batinnya adalah hakikat puisi (H.J. Waluyo,1995:24).

A. Metode Puisi

Metode puisi adalah unsur estetik yang membangun struktur luar puisi. Metode puisi disebut juga struktur fisik puisi yang terdiri atas baris-baris yang membangun bait-bait puisi. Selanjutnya bait-bait puisi ini akan membentuk satu wacana yang memiliki satu kesatuan makna.

Baris-baris dalam puisi berbeda dari prosa karena setiap baris dalam puisi menunjukkan adanya enjambemen, yaitu kesenyapan yang menunjukkan kesatuan makna yang belum tentu harus menjadi bagian dari kesatuan makna baris berikutnya (H.J. Waluyo, 1995:28).

Menurut H.J. Waluyo (1995:71) unsur-unsur yang tercakup dalam metode puisi antara lain (a) diksi atau pilihan kata, (b) pengimajian, (c) bahasa figuratif, (d) veridikasi, (e) tipografi (tata wajah)2.

a) Diksi atau pilihan kata adalah penggunaaan kata-kata yang di dalam puisi digunakan sebagai upaya mengekspresikan perasaan atau pemikiran seseorang penyair. Pemilihan kata dalam puisi dilakukan secara cermat dengan mempertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam rima dan irama, serta kedudukan kata di tengah konteks kata lainnya.

b) Pengimajian berhubungan erat dengan diksi. Pengimajian adalah susunan kata yang dapat mengungkapkan sesuatu secara lebih nyata. Mendefinisikan pengimajian sebagai “kata atau susunan kata yang mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan perabaan”.

c) Bahasa figuratif adalah bahasa yang digunakan penyair untuk menyatakan sesuatu dengan cara tidak biasa, yakni mengungkapkan makna secara tidak langsung melainkan dengan kata yang bermakna kias atau makna lambang (simbol).

d) Vertifikasi disebut juga unsur bunyi dalam puisi yang meliputi rima dan ritma. Rima merupakan pengulangan bunyi sedangkan ritma merupakan pertentangan bunyi yang berhubungan dengan tinggi-rendah, panjang-pendek, dan keras-lemahnya bunyi.

e) Tipografi atau tata wajah merupakan bentuk puisi secara fisik. Topografi merupakan pembeda yang mendasar antara puisi dengan prosa dan drama. Baris-baris dalam puisi tidak membentuk paragraf melainkan bait. Baris puisi tidak bermula dari tepi kiri dan berakhir di tepi kanan sebagaimana prosa.

B. Hakikat Puisi

Hakikat puisi merupakan struktur batin puisi, yaitu unsur yang membangun puisi dari dalam. Hakikat puisi adalah apa yang disampaikan penyair melalui metode puisi. Hakikat puisi terdiri dari semua isi puisi atau dengan kata lain hakikat puisi adalah isi dari puisi itu sendiri. Puisi pada hakikatya mengandung makna keseluruhan yang merupakan perpaduan dari tema (mengenai inti puisi), perasaan (sikap penyair terhadap tema), nada (sikap penyair terhadap pembacanya), dan amanat (maksud atau tujuan penyair)” (Tarigan,1984:10).

1) Tema (sense)

Rasa merupakan sikap penyair terhadap permasalahan (tema) yang dibicarakan dalam puisi. Ini berkaitan dengan pandangan atau prinsip hidupnya yang seringkali berbeda dengan penyair lain.

2) Rasa(feeling)

Rasa merupakan sikap penyair terhadap permasalahan (tema) yang dibicarakan dalam puisi. Ini berkaitan dengan pandangan atau prinsip hidupnya yang seringkali berbeda dengan penyair lain.

3) Nada (tone)

Nada dalam puisi adalah sikap penyair terhadap pembacanya. Yang dimaksud di sini bagaimana seorang penyair mengungkapkan atau menggambarkan rasa (feeling) yang dimilikinya kepada pembaca.

Bila seorang penyair menceritakan perasaan sedih dan menderita dalam puisinya, maka sangat tidak memungkinkan puisi tersenut mengandung nada angkuh dan sombong. Dnada disebut juga suasana yang tergambar dalam puisi.

4) Amanat (intention)

Sebagai karya sastra lainnya puisi pun memiliki tujuan ketika diciptakan. Melalui puisinya, seorang penyair ingin menyampaikan pesan-pesan kepada pembaca. Pesan inilah yang disebut amanat.

3. Pengertian Kajian Puisi

Pengkajian berasal dari kata kaji, yang menurunkan kata mengkaji. Menurut kamus besar bahasa indonesia, mengkaji memiliki arti sebagai berikut:

1. Mempelajari

2. Memeriksa

3. Menyelidiki, memikirkan (mempertimbangkan dsb), menguji, menelaah” (KBBI,1990: 378)

Sedangkan kata mengkaji memiliki makna “proses, cara, perbuatan mengkaji, penyelidikan (pelajaran yang mendalam), penelaahan” (KBBI, 1990:378).

Jadi, mengkaji puisi dapat diartikan sebagai proses mempelajari, memeriksa, memikirkan, menelaah yang dilakukan secara mendalam untuk mencapai tujuan.

4. Intertekstual

a) Teori Intertekstual

Nurgiantoro (1992:50) mengatakan bahwa kajian intertekstual merupakan kajian terhadap sejumlah teks sastra yang diduga mempunyai bentuk-bentuk hubungan tertentu. Mengacu pendapat Nurgiyantoro tersebut, dapat dikatakan bahwa kajian intertekstual mencakup sasatra bandingan, yaitu studi hubungan antara dua kesusastraan atau lebih (Wellek dan Werren, 1990:49).

Secara luas interteks diartikan sebagai jaringan hubungan antara satu teks dengan teks yang lain. Penelitian dilakukan dengan cara melakukan hubungan-hubungan bermakna diantara dua teks atau lebih. Hubungan yang dimaksudkan tidak semata-mata sebagai persamaan, melainkan juga sebaliknya sebagai pertentangan, baik sebagai parody maupun negasi.

b) Kajian Intertekstual Puisi

Dalam hal hubungan sejarah antar teks, perlu diperhatikan prinsip intertekstualitasnya. Karena tujuan kajian interteks itu sendiri adalah untuk memberikan makna secara lebih penuh terhadap karya sastra. Penulisan dan pemunculan sebuah karya sering ada kaitannya dengan unsur kesejarahannya, sehingga memberikan makna secara lebih lengkap jika dikaitkan dengan unsur sejarahnya. Masalah ada atau tidaknya hubungan antar teks ada kaitannya dengan niatan pengarang dan tafsiran pembaca. Dalam kaitan ini, Luxemburg 9dalam Nurgiyantoro, 1995;50) mengartikan intertekstualitas sebagai “kita menulis dan membaca dalam suatu interteks suatu tradisi budaya, sosial dan sastra yang tertuang dalam teks-teks. Setiap teks bertumpu pada konvensi sastra dan bahasa dan dipengaruhi oleh teks-teks sebelumnya.

Kajian intertesktual berangkat dari asumsi bahwa kapan pun karya tak mungkin lahir dari situasi kekosongan budaya. Unsur budaya, termasuk semua konvensi dan tradisi di masyarakat, dalam wujudnya yang khusus berupa teks-teks kesastraan yang ditulis sebelumnya. Dalam hal ini dapat diambil contoh, misalnya sebelum penyair pujangga baru menulis puisi-puisi modernnya, di masyarakat dahulu telah ada berbagai bentuk puisi lama, seperti pantun dan syair, mereka juga berkenalan dengan puisi-puisi pada angkatan 80-an di negeri Belanda yang juga telah mentradisi.

Julia Kristeva (dalam Culler, 1997: 139) menegaskan bahwa setiap teks itu mrupakan penyerapan atau trasformasi teks-teks lain. Sebuah sajak itu merupakan penyerapan dan transformasi hipogramnya. Dengan ungkapan lain, bagi Kristeva, masuknya teks kedalam teks lain adalah hal yang biasa terjadi dalam karya sastra, sebab pada hakikatnya suatu teks merupakan bentuk aborsi dan transformasi dari sejumlah teks lain, sehingga terlihat sebagai suatu mozaik (Ali imron: 2005:80).

Dalam realitasnya,karya sastra yang muncul kemudian ada yang bersifat menentang gagsan atau ide sentral hipogramnya, ada yang justru menguatkan atau mendukung, namun ada juga yang memperbarui gagasan yang ada dalam hipogram.

Prinsip intertekstual merupakan salah satu sarana pemberian sebuah teks sastra (sajak). Hal ini mengingat bahwa sastrawan itu selalu menanggapi teks-teks lain yang ditulis sebelumnya. Dalm menanggapi teks itu penyair mempunyai pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, dan konsep estetik sendiri yang di tentukan oleh horizon harapannya, yaitu pemikiran-pemikiran, konsep estetik, dan pengetahuan sastra yang dimilikinya. Semuanya itu ditentukan oleh pengetahuan yang didapat olehnya yang tak terlepas dari pandangan-pandangan dunia dan kondisi sarta situasi zamannya.

Dalam kesusastraan Indonesia, hubungan intertekstual antara satu karya yang lain baik antara karya sezaman maupun zaman sebelumnya banyak terjadi. Misalnya kita lihat karya-karya pujangga baru, antara pujangga baru dengan karya-karya angkatan 45, ataupun dengan karya lain. Maka untuk memahami dan mendapatkan makna penuh sebuah sajak perlu dilihat hubungan dilihat hubungan intertekstual ini. Misalnya beberapa sajak Chairil Anwar dengan sajak-sajak Taufik Ismail. Hubungan intertekstual itu menunjukan adanya persamaan dan pertentangannya dalam hal konsep estetik dan pendangan hidup yang berlawanan.

BAB III

PEMBAHASAN

A. KAJIAN INTERTEKSTUAL

a) Puisi-puisi Chairil Anwar

1. Penerimaan

Penerimaan

Kalau ku mau ku terima kembali

Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri

Ku tahu kau bukan yang dulu lagi

Bak kembang sari sudah terbagi

Jangan tunduk! Tentang aku denan berani

Kalau ku mau kuterima kau kembali

Untuk sendiri tapi

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi

Puisi penerimaan menceritakan seorang laki-laki yang bersedia menerima kekasihnya meskiun dia tahu bahwa sang kekasih sudah tidak seperti dulu lagi : bak kembang sari sudah terbagi.

“Chairil Anwar merupakan penyair dengan individualism yang kental” (Jassin, 1988: 102). Dalam puisi penerimaan keindividualisannya tampak pada bila si kekasih ingin diterima kembali, maka dia harus menyerahkan diri dengan sepenuhnya kepada si Aku : untuk sendir tapi, karena si Aku tidak mau tertipu untuk kedua kalinya. Si Aku tidak mau menyimpan orang lain dalam hidupnya: Sedang dengan cermin aku enggan berbagi.

2. Doa

Doa

Kepada pemelluk teguh

Tuhanku

Dalam termangu

Aku masih menyebut nama-Mu

Biar susah sungguh

Mengingat Kau penuh seluruh

Caya-Mu panas suci

Tinggal kerdip lilin dikelam sunyi

Tuhanku

Aku hilang bentuk

Remuk

Tahanku

Aku mengembara di negeri asing

Tuhanku

Dipintu-Mu aku mengetuk

Aku tak bisa berpaling

Kebahasaan Puisi-puisi Chairil Anwar

“penyimpangan bahasa yang sering terjadi pada puisi pada dasarnya dilakukan untuk pencapaian tujuan estetis” (jassin,1988,17).

Puisi-puisi chairil anwar adalah bukti konkrit dari pemberontakan 45 terhadap konvensi-konvensi puisi angkatan sebelumnya. Pembaharuan yang dilakukan oleh chairil anwar bersifat menyeluruh, baik dalam bentuk maupun faktor kejiwaan puisi dan tema serta amanat yang di sampaikan.

Penggunaan bahasa pada puisi chairil anwar mengemukakan pengalaman batin yang mendalam dan mengungkapkan intensitas arti, kata-kata yang bisa di gunakan sehari-hari. Untuk mendapatkan efek puitis, yaitu untuk mendapatkan irama yang liris dan membuat kepadatan, chairil anwar banyak membuat penyimpangan tata bahasa normatif. Penyimpangan-penyimpangan tersebut menurut Pradopo, (1987:101) merupakan “penyingkatan, penghilangan imbuhan, dan penyimpangan struktur sintaksis”.

a. Pemendekan Kata

Pemendekan kata dalam puisi chairil anwar dilakukan untuk melancarkan ucapan, untuk mendapatkan irama yang menyebabkan liris. Misalnya:

Kalau sampai waktuku

‘ku mau tak seorang kan ‘merayu

(Aku)

Ajal yang menarik kita ‘kan merasa angkasa sepi

(kepada kawan)

b. Menghilangkan imbuhan

selain pemendekan kata chair anwar sering menghilangkan imbuhan, lebih- lebih awalan.

contoh :

aku tak bisa tidur

orang ngomng anjing gonggong

( kesabaran)

kadang kadang penghilangan imbuhan itu disertai penyngkatan kata

ulang sebagai berikut:

sesudah itu kita sama termangu

( sia-sia)

kami sama pejalan larut

(kawan ku dan aku)

bentuk “sama- sama”di singkat menjadi “ sama”peristiwa tersebut adalah peristiwa pemadatan. Sering kali chairl anwar membuat bentuk yang menyalahi konfensi umum, misalnya :
terbaring di rangkuman pagi

- hari baru jadi –

ini mia mencari

hati impi

(ini mia)

gabungan kata “ hati impi “ buakan hal yang biasa. Ambiguitas yang muncul dari pemadatan ini adalah mungkin yang di maksud “ hati impi “ itu “ hati yang bermimpi “ atau “ impian hati”.

c. Penyimpangan struktur sintaksis

Penyimpangan struktur sintaksis yang dilakukan oleh chail anwar itu berupa susunan kelompok kata atau susunan kalimat seluruh. Pada umumnya susunan kelompok kata mengikuti hukum DM, yaitu kata yang berposisi di depan diterangkan oleh kata yang berposisi di belakang. Misalnya : rumah ini. Kata “rumah”di terangkan oleh kata “ini “. Tetapi charil anwar merubah pola ini misalnya :

udara bertuba. Setan bertempik

ini sepi terus ada. Dan menanti

(Hampa)

susunan yang biasa adalah “sepi ini” bukan “ini sepi”.
sering juga chail anwar menggunakan inversi, yaitu mambalik susunan subjek-predikat menjadi predikat-subjek.

di hati matamu kembang mawar dan melati.

(sajak putih)

susunan biasa akan menjadi:

di hitam mawar dan melati (ber)kembang.

chail anwar juga sering mengubah susunan kalimat.

aku berkaca

ini muka penuh luka

siapa punya?

(selamat tinggal)

Bila di ucapkan menurut struktur bahasa normatif akan menjadi
aku berkaca

siapakah (yang) mempunyai

muka (yang) penuh luka ( ini)

d. Pengertian pengkajian intertekstual puisi

Penelitian terhadap karya sastra ,merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menghidupkan, mengembangkan, dan mempertajam ilmu sastra. Kegiatan penelitian sastra berkaitan dengan konsep sastra, yang mungkin bersifat universal tetapi tetap menyimpan sifat individual penyair. Ada tiga pendekatan dalam penelitian sastra, yaitu pendekatan eksperimental, pendekatan kritik sastra, dan pendekatan intertekstual. Selanjutnya penelitian ini adalah penelitian intertekstual. Intertekstual puisi menunjukan adalanya pengaruh sebuah puisi terhadap puisi lain, penunjukan sesuatu teks terhadap teks lain. Sejak atau puisi biasanya baru memiliki makna yang sepenuhnya bila dihubungkan dengan puisi lain. Sebagaimana dikemukakan oleh A.Teeuw (1984:65), bahwa sebuah teks tidak lahir dari kekosongan budaya.

Sebuah teks itu penuh makna bukan hanya karena mempunyai struktur tertentu. Suatu kerangka yang menemukan dan mendukung bentuk, tetapi, juga karena teks itu berhubungan dengan teks lain. Sebuah teks lahir teks- teks lain dan harus dipandang sesuai tempatnya dalam kawasan tekstual. Inilah yang disebuat intertekstual (rina ratih,2001:135) ini berarti bahwa teks sastra , dalam hal ini puisi, di baca dan harus dengan latar belakang teks-teks lain. Karena tak ada satu pun teks yang benar-benar mandiri dan terlepas dari teks- teks terdahulu yang menjadi latar belakang, contoh, teladan, dan atau inspirasi terciptanya teks tersebut. Bukan berarti bahwa sebuah teks merupakan plagiat dari teks lain. Tetapi sebuah teks memiliki pengaruh dalam penciptaan teks lain. Sebagai contoh, setelah membaca sebuah puisi , seorang penyair mendapat ilham untuk menulis hal yang sama tapi dengan sikap pribadinya sendiri yang seringkali berbeda bahkan kontras dengan teks yang memberikan ilham, artinya penyair memandang sesuatu persoalan berbeda dengan penyair lain. Dalam puisi dikenal istilah hipogram, yaitu tulisan yang merupakan dasar (seringkali tidak eksplisit) untuk penciptaan sastra baru. Penciptaaan sastra ini menurut A.Teew(1991:65) dilakukan secara konsratif, dengan memutar balikan esensi dan amanat karya sebelumnya. Sedangkan karya yang lahir dengan didasarkan karya sastra lain disebut sebagai karya transformasinya. Yaitu karya yang menunjukan kepada karya lain. Karya transformasi ini seringkali berupa tentangan terhadap karya sebelumnya.

Puisi-puisi Chairil Anwar

1. Penerimaan

Penerimaaan

Kalau kau mau ku terima kembali

Dengan sepenuh hati

Aku masih tetap sendiri

kutahu kau bukan yang dulu lagi

bak kembang sari sudah terbagi

jangan tunduk ! Tantang aku dengan berani

kalau kau mau kuterima kau kembali

untukku sendiri tapi

sedang dengan cermin aku enggan berbagi

(anwar.1991:36)

puisi “penerimaan “ menceritakan tentang seorang yang laki-laki yang bersedia menerima kekasihnya meskipun dia tahu bahwa sang kekasih sudah tidak seprti yang dulu lagi : Bak kembang sari sudah terbagi.
“Chairil Anwar merupakan penyair dengan individualisme yang kental”
(jassin. 1988:102). Dalam puisi “ penerimaan “ keindividualisannya tampak pada pernyataan bahwa bila si kekasih ingin diterima kembali, maka dia harus menyerahkan diri dengan sepenuhnya kepada si aku: Untukku sendiri tapi, karena si aku tak mau tertipi untuk kedua kali. Si aku tak mau menyimpan orang lain dalam hidupnya: sedangkan dengan cermin aku enggan berbagi.

2. Doa

Doa
kepada pemeluk teguh

Tuhanku
Dalam termangu

Aku masih menyebut nama-Mu

Biar susah sungguh

Mengingat Kau penuh seluruh

Caya-Mu panas suci

Tinggal kerdip lilin kalam sunyi

Tuhanku
Aku hilang bentuk

Remuk
Tuhanku
Aku mengembara di negeri asing

Tuhan ku

Di pintu-Mu aku mengetuk

Aku tak bisa berpaling

(Anwar,1991:13)


puisi diatas menggambarkan bahwa sesungguhnya bagi si aku, berdoa atau menyebut-nyebut nama tuhan merupakan hal yang sulit bdilakukan , sebab si aku senantiasa termangu-mangu akan perlunya menghadap tuhan. Kata “termangu” menunjukan sesuatu antara ya dan tidak atau ragu-ragu. Tetapi dalam keadaan demikian si aku menyadari bahwa : Kau penuh seluruh, benar-benar ada, maha ada,maha pengasih dan maha penyayang. Dalam “Doa”si aku adalah orang yang tersesat di negeri asing , mengembara tanpa tujuan, tanpa tahu arah yang harus ia tempuh dan itu menyebabkan si aku :hilang bentuk/remuk. Ini menggambarkan keadaan yang dilanda kemalangan dan penderitaan yang bagi si aku tak tertahan lagi sehingga dia membutuhkan sesuatu petunjuk , yaitu tuhan yang dinyatakan sebagai : kerdip lilin di kelam sunyi . yang memberinya peneranganuntuk melangkah , memberinya kekuatan untuk hidup sekaligus tempat mengadukan segala keremukredaman dirinya. Dan setelah pengembaraan yang melelahkan di negeri asing , si aku pulang tanpa bisa berpaling lagi . karena hanya tuhanlah satu-satunya teman,penolong serta penyelamatnya.

2. Sajak putih

sajak putih

Bersandar pada tali warna pelangi

Kau depanku bertudung sutra senja

Di hitam matamu kembang mawar dan melati

Harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba

Meriak muka air kolam jiwa

Dan dalam dadaku memerdu aku

Menarik menari seluruh aku

Hidup dari hidupku, pintu terbuka

Selama matamu bagiku menengadah

Selama kau darah mengalir dari luka

Antara kita mati datang tak membelah

(Anwar,1991:19)

Sajak putih menggambarkan pernyataaan hati yang tulus dari seorang aku. Sajak mengkiaskan suara hati penyair, sedangkan putih mengiaskan ketulusan, kejujuran, dan keikhlasan. Jadi, sajak ini merupakan pujian kepada kekasih yang dinyatakan dengan kejujurannya. Sajak ini menceritakan sejak sore yang indah, sigadis duduk di hadapan si aku dengan latar belakang pemandangan senja yang penuh warna:Kau depanku bertudung sutra senja. Seasana senja indah ini ditambah pula dengan perasaan cinta si gadis yang terpancar dalam pandangannya kepada si aku:dalam matamu kembang mawar dan melat: Mawar bisanya digunakan untuk melambangkan cinta, sedang melati mengisahkan kesucian dan ketulusan. Jadi , dalam mata si gadis tampak cinta yang tulus yang menyebabkan si aku dilanda bahagia dan juga haru.

Dalam keharuan itu, yang tercipta kemudian adalah sepi karean baik se aku maupun si gadis tak mampu berkata-kata. Sepi atau kesunyian tercipta ini mengingatkan suasana malam kudus waktu tiba saat untuk berdoa. Kesunyian ini membuat jiwa si aku bergerak dan seolah bernyanyi, hal yang dilakukan orang ketika merasa bahagia: Dan dalam dadaku memerdu lagu/ Menarik menari seluruh aku.

Dalam kegembiraan itulah, si aku merasa bahwa hidupnya penuh dengan kemungkinan. Selama si gadis mencintainya, dia akan mampu menghadapi semua persoalan hidup. Bila si gadis tetap setia, maka tak ada yang dapat memisahkan mereka: Selama darah mengalir dari luka/Antara kita datang mati tidak membelah.

Baca Juga posting sebelumnya : Thawaf dan Sa'i

0 komentar :

Posting Komentar

 
Design by Blogger Indonesia | Bloggerized by Pratama