Sabtu, 11 Januari 2014

Makalah Tinjauan Sosiolinguistik Terhadap Penggunaan Bahasa Pesan Pendek (Sms)

BAB I
PENDAHULUAN

Manusia menggunakan bahasa untuk beragam keperluan yang bersifat personal dan sosial. Ragam informasi, pemikiran, keyakinan, dan sikap dikomunikasikan setiap hari melalui ragam saluran atau media (channel) yang tampaknya semakin berkembang dari waktu ke waktu. Jika satu dekade sebelumnya masyarakat Indonesia masih banyak bertukar informasi melalui surat atau kartu ucapan, dewasa ini budaya tersebut mulai tergeser oleh budaya short message service (sms atau pesan pendek melalui telepon seluler), surat elektronik (e-mail), atau fasilitias jejaring sosial dalam penggunaan internet. Di balik perubahan tersebut tampak ada satu keniscayaan konstan di mana penggunaan bahasa, personal atau sosial, terikat oleh suatu aturan konvensional yang tidak dapat diabaikan begitu saja.

Penggunaan bahasa mencerminkan sikap, cara pandang, dan nilai-nilai yang dianut penggunanya. Kata-kata santun dan tata bahasa yang disesuaikan dengan konteks pembicaraan akan memberikan kesan dan ’pesan’ bahwa pengguna bahasa tersebut berasal dari kalangan terdidik. Sebaliknya, penggunaan bahasa yang tidak kontekstual seringkali menandakan kurangnya pemahaman terhadap dimensi sosial bahasa. Penggunaan bahasa yang baik dan benar menunjuk pada penggunaan bahasa yang secara gramatikal dan secara konteks situasi dapat diterima oleh orang lain atau diakui secara konvensional. Sehingga, misalnya, penggunaan bahasa yang terlalu akrab atau casual di dalam konteks akademik dapat dipandang sebagai semacam deviasi atau penyimpangan dari penggunaan bahasa yang baik dan benar.

Penelitian ini berangkat dari beberapa percakapan ringan antarsesama dosen terkait dengan penggunaan bahasa sms dari mahasiswa kepada para dosen. Sebagian dosen bertanya-tanya tentang tingkat keformalan bahasa yang seharusnya digunakan di dalam bahasa sms, yaitu apakah penyingkatan kata mutlak diperlukan atau tidak? Apakah teknologi diizinkan untuk menerabas nilai-nilai sosial dalam berkomunikasi, sehingga terdapat mahasiswa yang menggunakan bahasa sms kepada dosennya seperti ia menggunakan bahasa tersebut kepada teman-teman sepermainannya? Bagaimana merespon istilah-istilah atau tepatnya penyingkatan kata yang tidak terpahami mengingat belum terdapat aturan baku penyingkatan bahasa sms? Mengapa para dosen seringkali terganggu dengan nada instruktif yang terdapat di dalam sms yang diterima dari mahasiswa? Dan lain sebagainya. Untuk itu, penulis tertarik untuk meneliti tentang penggunaan bahasa sms yang dikirim oleh mahasiswa kepada penulis yang sekaligus berperan sebagai dosen. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiolinguistik untuk mengetahui konteks sosial yang melatari teks sms.

Secara metodologis, penelitian ini menggunakan metode kualitatif di mana analisis data dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu: (1) deskripsi latar (setting) dan partisipan, (2) analisis data berdasarkan tema atau kategori, dan (3) pemaknaan data secara personal atau teoretis. Data penelitian adalah sms-sms yang diterima dari mahasiswa yang telah disimpan (saved) di piranti keras (memory card) dan ditranskripsikan secara apa adanya (natural) atau dengan proses editing jika data dipandang berkaitan dengan etika. Hasil penelitian bukanlah sebuah penilaian atau judgementmelainkan sebagai deskripsi empiris yang diharapkan akan dapat meningkatkan kompetensi komunikatif (communicative competence) siapa saja yang tertarik pada kajian bahasa.

Penelitian semacam ini perlu dilakukan terutama di konteks dunia pendidikan yang menempatkan kompetensi komunikatif sebagai salah satu kompetensi yang dipandang penting. Selalu ada pelajaran kebahasaan di setiap konteks dunia pendidikan, namun kompetensi komunikatif di dalamnya belum tentu selalu tercapai. Terkait dengan hal tersebut, Canale dan Swain mengajukan empat komponen kompetensi komunikatif yang layak diperhatikan yaitu: (1) kompetensi linguistik atau tata bahasa, (2) kompetensi sosiolinguistik yang melibatkan pengetahuan sosial dan budaya dalam penggunaan bahasa, (3) kompetensi wacana yang terkait dengan kepaduan penggunaan bahasa, dan (4) kompetensi stratejik yang bertalian dengan strategi dan prosedur yang relevan di dalam pembelajaran, proses (processing), dan produksi bahasa.2 Jika disepakati pentingnya kompetensi komunikatif untuk konteks dunia pendidikan, penelitian sederhana ini kiranya menjadi relevan.

 

BAB II
KAJIAN TEORI

2. 1 Bahasa dan Komunikasi

Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat efektif dalam kehidupan manusia. Sukar dibayangkan bagaimana bentuk komunikasi sosial antarmanusia tanpa bahasa yang secara mikro merupakan sistem bunyi dan lambang yang bersifat arbitrer. Meskipun terdapat alat komunikasi lain seperti semapor, kentongan bambu, peluit dan sebagainya, bahasa seperti disebut sebelumnya tampaknya tidak tergantikan terutama karena mampu membawa unsur emotif atau ekspressif dalam proses komunikasi. Alat komunikasi lain selain bahasa cenderung hanya mampu membawa pesan denotatif atau referensial. Sementara, dalam berkomunikasi sosial, manusia seringkali harus melibatkan dimensi perasaan.

Untuk memudahkan pembahasan tentang bahasa, para linguis telah mengenalkan istilah linguistik mikro dan linguistik makro serta memerikan hubungan yang sangat erat antara keduanya. Linguistik mikro mencakup struktur internal bahasa itu sendiri seperti fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Sedang linguistik makro adalah bahasa dalam singgungannya dengan faktor-faktor lain semisal faktor sosiologis, psikologis, antropologi, dan neurologi. Secara teoretis, dua polarisasi tersebut dapat dibahas secara terpisah atau bahkan telah dijabarkan menjadi cabang-cabang ilmu bahasa yang spesifik, namun secara praktis, linguistik mikro hampir selalu harus ditopang oleh linguistik makro.

Pemerian tentang bahasa, baik secara mikro maupun makro, tidak dapat dipisahkan dari pembahasan tentang fungsi bahasa. Tujuan sebuah pemerian adalah untuk meletakkan suatu konsep pada tataran praktis atau yang lazim disebut fungsi. Para pakar bahasa mengajukan lima fungsi dasar bahasa yaitu: (1) fungsi ekspresi, (2) fungsi informasi, (3) fungsi eksplorasi, (4) fungsi persuasi, dan (5) fungsi entertainmen. Fungsi ekspresi mencakup penggunaan bahasa untuk menyatakan perasaan senang, benci, kagus, marah, jengkel, sedih, atau kecewa. Fungsi informasi digunakan ketika menyampaikan pesan atau amanat kepada pihak lain. Fungsi eksplorasi adalah penggunaan bahasa untuk menjelaskan atau menerangkan suatu hal, perkara, dan keadaan. Fungsi persuasi digunakan ketika seseorang bertujuan untuk mempengaruhi atau mengajak orang lain untuk melakukan sesuatu. Sementara itu, fungsi entertainmen adalah penggunaan bahasa untuk menghibur atau menyenangkan orang lain. Kelima fungsi bahasa tersebut bertemu pada titik di mana bahasa adalah medium atau alat komunikasi. Dengan kata lain, fungsi utama bahasa adalah sebagai alat komunikasi.

Dalam fungsinya sebagai alat komunikasi, bahasa sekaligus menjadi alat interaksi sosial karena dariri sudut pandang ilmu sosiolinguistik, peristiwa komunikasi melibatkan tindak tutur (speech act) dan peristiwa tutur (speech event). Tindak tutur bersifat individual sementara peristiwa tutur berdimensi sosial. Dengan kata lain, tindak tutur merupakan kemampuan seseorang dalam menggunakan bahasa yang sesuai dengan situasi-situasi tertentu. Pertemuan, persinggungan, atau pertukaran tindak tutur antarmanusia kemudian membentuk peristiwa tutur yang bersifat sosial yang dengan sendirinya terikat dengan aturan-aturan sosial yang telah disepakati secara konvensional.

Dalam perannya sebagai alat interaksi sosial, bahasa menjelma menjadi sebuah entitas yang tidak monolitik atau berwajah tunggal karena penggunaan bahasa akhirnya bersinggungan dengan faktor-faktor di luar struktur internal bahasa seperti faktor sosiologis. Pertemuan antara bahasa dan dimensi sosiologis selanjutnya menjadi kajian interdisipliner yang umum dikenal dengan istilah sosiolinguistik.

2.2 Dimensi Sosiolinguistik dalam Komunikasi

Terkait dengan topik penelitian ini, digunakan pendekatan sosiolinguistik sebagai landasan teoretis karena sosiolinguistik merupakan kajian tentang hubungan antara bahasa dan masyarakat, antara penggunaan bahasa dan struktur sosial yang melingkupi pengguna bahasa. Sebagai makhluk sosial, manusia membangun seperangkat aturan untuk terus menjaga tatanan sosial yang dipandang sesuai. Salah satu perangkat tersebut adalah penggunaan bahasa yang berterima atau sesuai dengan budaya atau kebiasaan suatu komunitas. Sehingga secara sederhana, sosiolinguistik sebenarnya mengkaji hubungan antara bahasa, masyarakat, dan budaya.

Menurut Fishman, dalam penjabaran operasionalnya sosiolinguistik merupakan kajian terhadap siapa (who) yang berbicara, bahasa apa(what) yang digunakan, kepada siapa seseorang berbicara (whom), dan kapan peristiwa berbicara tersebut itu terjadi (when). Sejalan dengan keempat unsur tersebut, konferensi sosiolinguistik pertama menjabarkan dimensi-dimensi penelitian sosiolinguistik, yang di antaranya adalah: (1) kajian terhadap identitas sosial penutur, (2) kajian terhadap identitas sosial pendengar yang terlibat di dalam proses komunikasi, dan (3) kajian terhadap lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi. Identitas sosial penutur adalah pemerian tentang apa dan siapa yang bertutur serta bagaimana hubungan sosial yang dimilikinya terhadap mitra tuturnya. Identitas sosial pendengar kurang lebih sama dengan identitas sosial penuntur yang dapat berupa anggota keluarga, guru, murid, tetangga, sahabat karib, dan lain sebagainya. Sementara itu, lingkungan sosial peristiwa tutur merujuk pada tempat-tempat tertentu seperti masjid, ruang perkuliahan, pasar, dan lain sebagainya. Dengan demikian, pendekatan sosiolinguistik merupakan pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis paling tidak empat elemen penting dari peristiwa komunikasi sosial, yaitu: pihak pembicara (speaker), topik bahasan atau bahasa yang digunakan (what), mitra bicara (hearer), waktu berbicara (when), dan tempat (where). Keempat elemen ini akan mempengaruhi ‘bahasa’ atau pemilihan kata/kode dan cara penyampaiannya.

Pembahasan tentang pemilihan kode dan cara penyampaiannya selanjutnya bertalian dengan variasi bahasa dan tingkat keformalan penggunaan suatu bahasa. Martin Joos (1967) melalui Chaer, mengajukan lima variasi atau gaya bahasa terkait dengan tingkat keformalannya, yaitu: (1) ragam beku (frozen) atau penggunaan bahasa yang paling formal seperti dalam upacara resmi, upacara kenegaraan, atau ritual keagamaan, (2) ragam resmi (formal) seperti penggunaan bahasa di dalam rapat dinas atau buku-buku pelajaran, (3) ragam usaha (konsultatif) yang lazim digunakan dalam pembicaraan biasa di lingkungan sekolah. Ragam ini berorientasi kepada hasil, bersifat operasional, dan berada di antara ragam formal dan ragam informal, (4) ragam santai (casual) yang digunakan untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib, atau pada saat berolahraga atau rekreasi, dan (5) ragam akrab (intimate) yang digunakan oleh penutur yang hubungannya sangat akrab misalnya sesama anggota keluarga atau antarteman yang sangat karib.

2.3 Dimensi Analisis Sosiolinguistik

Sosiolinguistik bertalian dengan deskripsi hubungan antara bahasa dan konteks sosial. Bahasa merupakan kode yang melambangkan sebuah makna yang juga ditentukan oleh konteks penggunaannya. David Nunan mendefinisikan konteks sebagai situasi yang melatari sebuah wacana. Konteks dibagi menjadi dua yaitu linguistik konteks dan nonlinguistik konteks. Linguistik konteks mengacu pada bahasa dalam tataran linguistik mikro, sedangkan nonlinguistik konteks mencakup jenis peristiwa komunikasi seperti cerita, perkuliahan, percakapan; topik; tujuan komunikasi; latar (setting) yang meliputi lokasi, waktu, dan ruang; hubungan antara pembicara dan mitra bicaranya; dan pengetahuan dan asumsi (background knowledge) yang melatari peristiwa komunikasi. Dapat dikatakan bahwa makna yang terkandung di dalam penggunaan bahasa turut ditentukan oleh konteks yang melingkupinya terutama konteks sosial yang berada di baliknya.

Meskipun menitikberatkan pada dimensi sosial penggunaan bahasa, analisis sosiolinguistik tidak dapat memisahkan dirinya dari bahasa, secara mikro, yang menjadi objek kajiannya. Bahasa merupakan objek kajian dan dimensi sosiologis adalah pendekatannya. Janet Holmes memetakan dimensi analisis sosiolinguistik ke dalam empat kategori, yaitu: (1) jarak sosial atau solidaritas (sosial distance/solidarity), (2) status atau kewenangan (status/power), (3) tingkat keformalan (formality), dan (4) fungsi (afektif dan referensial). Kategori pertama, jarak sosial/solidaritas, merujuk pada penggunaan bahasa yang dipengaruhi oleh kedekatan hubungan atau persamaan sikap dan nilai yang dimiliki oleh pembicara dan mitra bicaranya. Kategori kedua, status/kewenangan, mengacu pada penggunaan bahasa yang dipengaruhi oleh status sosial atau kekuasaan, misalnya antara atasan dan bawahan. Kategori ketiga, tingkat keformalan, menunjuk pada ragam bahasa yang digunakan berdasarkan konteks situasi seperti situasi formal atau nonformal. Terakhir, kategori keempat, fungsi, merujuk pada jenis pesan yang disampaikan, yaitu apakah berupa pesan sosial/afektif atau informative/referensial (affective and referential).

Analisis di dalam artikel ini dititikberatkan pada empat dimensi analisis sosiolinguistik yang diajukan oleh Janet Holmes di atas yang penjabarannya kemudian menggunakan kerangka pikir etnografi (etnographic framework). Kerangka yang dimaksud mengacu pada konsep akronim SPEAKING yang diajukan oleh Hymes, yaitu: (1) S (setting) atau latar; (2) P (participants) mencakup pembicara-pendengar, penulis-pembaca, atau pengirim-penerima; (3) E (ends) atau tujuan; (4) A (actual sequence) berkaitan dengan bentuk dan isi ujaran; (5) K (key) atau nada, cara, atau semangat di balik pesan; (6) I (instrumentalities) atau pemilihan saluran (lisan, tulisan, telegrafis) termasuk di dalamnya adalah kode, bahasa, dialek, dan register; (7) N (norms of interaction and interpretation) atau norma di balik penggunaan bahasa; dan (8) G (genre) atau jenis ungkapan seperti puisi, pepatah, doa, perkuliahan, dan editorial. Penerapan setiap dimensi akronim di atas disesuaikan dengan jenis data yang terdapat di dalam penelitian ini.

 

BAB III
PEMBAHASAN

Data di dalam penelitian ini adalah tindak tutur berupa pesan pendek (sms) yang dikirim oleh mahasiswa kepada peneliti. Latar (setting)dari peristiwa tutur (speech event) adalah domain pendidikan di mana penutur atau pengirim pesan adalah mahasiswa dan penerima pesan adalah peneliti yang berkapasitas sebagai dosen. Hubungan sosial antara partisipan adalah pembelajar dan pengajar sehingga secara teoretis akan cenderung menggunakan ragam bahasa formal atau konsultatif.

3.1  Dimensi Jarak Sosial atau Solidaritas

Bagian analisis ini berkenaan dengan penggunaan bahasa yang dipengaruhi oleh kedekatan hubungan, kedekatan nilai, asumsi persamaan pengetahuan (background knowledge) antarpartisipan. Kiranya di sini berlaku asumsi di mana semakin lebar jarak sosial antarpartisipan, semakin formal tingkat penggunaan bahasa. Sebaliknya, semakin kuat solidaritas para partisipan, semakin ekslusif bahasa yang digunakannya. Berikut adalah sekelumit data terkait:

+628136994470X Apr 14, 2010 6:30:55 AM
Aslmkum…maaf pak dedi, nti jam 9.10 bs bimbingan gk? dr (nama mahasiswa yang bersangkutan)

+628136994470X May 4, 2010 2:37:23 PM
Aslmkum.. I’m sorry mr dedi, may I guidance this afternoon?.. (nama mahasiswa yang bersangkutan)

Di dalam sms yang dikirim oleh mahasiswa bimbingan skripsi di atas, terlihat adanya pergeseran dari penggunaan ragam formal (Aslmkum…maaf pak dedi) menjadi ragam akrab (intimate) (nti jam 9.10 bs bimbingan gk? (nama mahasiswa yang bersangkutan)). Perubahan dari ragam bahasa formal ke ragam akrab menunjukkan fenomena penyempitan jarak sosial antara pengirim dan penerima sms, terlepas dari asumsi bahwa di dalam konteks bimbingan skripsi antara mahasiswa dan dosen, ragam formal atau ragam konsultatif lebih dianjurkan.

Sementara itu, penggunaan bahasa Inggris pada pesan pendek yang kedua menunjukkan fenomena solidaritas karena persamaan bahasa asing yang dipelajari. Merujuk pada dimensi waktu (when) dari kedua sms yang dikirim oleh mahasiswa yang sama tersebut, terlihat bahwa fenomena solidaritas dalam penggunaan bahasa dapat saja muncul setelah adanya penyempitan jarak sosial. Artinya, penyempitan jarak sosial antarpartisipan (pengirim dan penerima sms) membuka peluang munculnya solidaritas dalam penggunaan bahasa.

3.2 Status atau Kewenangan (status/power)

Di dalam data berikut ini, partisipan terdiri dari pengirim sms dan penerima sms. Status pengirim adalah mahasiswa dan status penerima adalah dosen yang memiliki kewenangan untuk mengarahkan dan membimbing mahasiswanya. Data mencakup topik dan ragam bahasa yang digunakan. Topik dan ragam bahasa dipandang relevan untuk memerikan dimensi status atau kewenangan. Kiranya di sini juga berlaku asumsi di mana semakin disadari adanya perbedaan atau spesifikasi status dan kewenangan, semakin diasadari pula pemilihan kode atau ragam bahasa yang digunakan. Begitu juga halnya dengan pemilihan topik yang perlu disesuaikan dengan konteks sosial atau hubungan sosial antarpartisipan. Berikut adalah ringkasan data tentang dimensi status atau kewenangan melalui deskripsi topik dan ragam bahasa :

No

Topik

Ragam

Sms

1.

Salam(greeting)

Santai

+628584108458X Apr 13, 2010 2:14:45 AM

See outside the window, sun is rising for u, flowers are smiling for u, birds are singin for u, b’cz last night I told them to wish u “GOOD MORNING.”

2.

Klarifikasi

Santai

+628139230230X Apr 30, 2010 10:14:32 AM

Ass Pak, skrg ada d mana, sy mau mnghadap

3.

Permohonan Izin

Konsultatif

+628565875607X Jun 6, 2010 8:25:44 PM

Assalam,wr.b

Sya (nama mahasiswa) (09550X7) masis PBI (B.1-2) Tidak bisa mengikuti kegiatan perkuliahan anda di kelas structur 2 pada tgl 7 juni 2010 dikarenakan sakit dan pada hari tersebut saya belum bisa kembali ke metro. (I’m in my home town)Untuk itu saya memohon izin pada bapak. Atas perhatian dan izin yg bpk berikan, saya sampaikan terimakasih.

Wassalm, wr.b.

4.

Konsultasi Perkuliahan

Konsultatif

+628566426125X Jun 14, 2010 9:40:12 PM

Aslmpak maaf klw mngagu sya td sbnrny mau Tanya tp malu akhirny gk jadimau Tanya prbdan long ma length tu pa pak?dlm segi kkgunan n lain2soalny saya besok kkrang paktrimakasih

5.

Permohonan Maaf

Santai

+628576852726X Jun 15, 2010 10:32:19 PM

As’ Mr ini (nama mahasiswa),Sy mau mnt mf cz ktidak brangktan sy td, mf Mr bkn nya mermehkn mt kuliah Mr. Tp td bnr2 gk bisa dtinggal krn rpat di SD stlh itu workshop KKN krn sy Kordes. Sy cm mnt kbijaksnan Mr krn sy sll aktif dan hdir dlm stiap pertmuan hny sx ini, g mngkn sy bertingkah lg Mr sy ni pgn cpt slesai kuliahny

6.

Bimbingan Skripsi

Santai

+628157400126X Jun 17, 2010 8:23:40 AM

Aslm’alkm pak, hr ini bs bimbngn pa gak? Thanks bf.

7.

Bimbingan Akademik

Konsultatif

+628584104243X Jun 18, 2010 7:04:06 AM

Assalamualaikum,Maaf pak seblum na mengganggu, saya nak smester 2 prodi PBI, pak mw tnya” bpak kan PA saya, hari nhe bapak ada diruangan bapak tidak, saya mau mengambil KHS. terimakasih.

8.

Pengumpulan Tugas

Formal

+6228576904725X Jun 19, 2010 8:47:04 AM

Aslmkm Sir, good morning, I have sent tostatistics4linguistics@yahoo.co.id, please inform me if not come in yet.

 

Berdasarkan data di atas diketahui bahwa ragam topik dalam dimensi status atau kewenangan antarpartisipan (dosen dan mahasiswa) adalah mencakup topik-topik sebagai berikut: (1) salam (greeting), (2) klarifikasi, (3) permohonan izin, (4) konsultasi perkuliahan, (5) permohonan maaf, (6) bimbingan skripsi, (7) bimbingan akademik, dan (8) pengumpulan tugas. Dalam kedelepan topik tersebut, ragam santai tampaknya menjadi pilihan utama mahasiswa. Ragam santai lebih sering muncul dibandingkan dengan ragam formal atau konsultatif yang seyogyanya menjadi ragam anjuran yang mencerminkan dimensi status dan kewenangan.

3.3 Tingkat Keformalan

Dari sudut pandang keformalan penggunaan bahasa, data penelitian menunjukkan bahwa para mahasiswa menggunakan empat dari lima ragam bahasa seperti yang diajukan oleh Martin Joos (1967), yaitu: ragam formal, ragam konsultatif, dan ragam santai. Berikut adalah data terkait:

 

No.

Ragam

Sms

1

Beku

-

2

Formal

+628199681127X May 12, 2010 1:06:24 PM

Aslm…Excuse me sir, we are in munaqosah room, as usual, thnks, adin and friends.

3

Konsultatif

+628584104243X Jun 18, 2010 7:04:06 AM

Assalamualaikum,

Maaf pak seblum na mengganggu, saya nak smester 2 prodi PBI, pak mw tnya” bpak kan PA saya, hari nhe bapak ada diruangan bapak tidak, saya mau mengambil KHS. terimakasih.

4

Santai

+628584104372X May 4, 2010 7:55:05 PM

Asslmualaikum..Maaf pak gnu

Mau tnya class B smstr 2 nlai Ny bgus2 gak mid kmrn?

5

Akrab

628566426125X May 9, 2010 6:50:23 PM

Aslmpak dedi besok saya tdk brngkt karena ada kpntingan, pak besok jangn ada kuis yo pakklw da mumet ntr aku pakkrn aku gk brngkt yo pak, pleasedr: (nama mahasiswa) kls:ia

Ragam beku tidak pernah muncul karena konteks sosial yang ada tidak melibatkan situati-situasi yang mensyaratkan ragam bahasa beku seperti upacara keagamaan atau kenegaraan. Adapun dalam penggunaan ragam formal dan konsultatif, bentuk penyingkatan kata tampaknya tidak dapat dihindarkan karena saluran yang digunakan adalah sms yang secara konvensi sosial menungkinkan bentuk penyingkatan kata. Sementara itu, ragam santai dan akrab juga muncul terlepas dari fakta bahwa secara kolektif mahasiswa mampu menggunakan ragam bahasa formal dan konsultatif, dua ragam bahasa yang lebih dianjurkan untuk domain pendidikan.

3.4 Fungsi

Sementara itu, dari sudut pandang fungsi penggunaan bahasa, data penelitian menunjukkan bahwa para mahasiswa menggunakan semua fungsi bahasa seperti yang diajukan oleh Abdul Chaer (2003), yaitu: fungsi ekspresi, fungsi informasi, fungsi eksplorasi, fungsi persuasi, dan fungsi entertainmen. Berikut adalah data terkait:

 

No.

Fungsi

Data

Jenis Pesan

1

Ekspresi

+628137966622X (forward) Jun 23, 2010 10:33:45 PM

Tolong, perlu dicorect lagi keprofesionalan dosen...kita mahasiswa dijadikan anak tangga...tdk ada materi atau tambhn keahlian apapun...kami merasa rugi...

Sosial

2

Informasi

+628576810650X Jun 12, 2010 7:56:25 PM

Asalam, Bpk (nama mahasiswa) sudh mengrim tgs lewat e-mail.

Referensial

3

Eksplorasi

628566426125X Jun 14, 2010 9:40:12 PM

Aslmpak maaf klw mngagu sya td sbnrny mau Tanya tp malu akhirny gk jadimau Tanya prbdan long ma length tu pa pak?dlm segi kkgunan n lain2soalny saya besok kkrang paktrimakasih

Referensial

4

Persuasi

628566426125X May 9, 2010 6:50:23 PM

Aslmpak dedi besok saya tdk brngkt karena ada kpntingan, pak besok jangn ada kuis yo pakklw da mumet ntr aku pakkrn aku gk brngkt yo pak, pleasedr: (nama mahasiswa) kls:ia

Referensial

5

Entertainmen

+628584108458X Apr 13, 2010 2:14:45 AM

See outside the window, sun is rising for u, flowers are smiling for u, birds are singin for u, b’cz last night I told them to wish u “GOOD MORNING.”

Sosial

Kelima cakupan fungsi bahasa yang digunakan oleh mahasiswa dalam bahasa sms dalam data di atas mencakup dua jenis pesan yaitu sosial dan referensial. Hal ini menunjukkan bahwa secara kolektif, mahasiswa dapat menggunakan kelima fungsi bahasa tersebut.

BAB IV

PENUTUP

Hasil pembahasan menunjukkan bahwa mahasiswa sebagai pengirim pesan melalui saluran sms, memiliki kompetensi komunikatif yang relatif memadai terutama kompetensi linguistik dan sosiolinguistik. Hal ini terlihat dari jenis bahasa (Indonesia dan Inggris), ragam bahasa, dan penggunaan fungsi bahasa yang digunakan. Namun demikian, sebagian mahasiswa menggunakan bahasa dalam ragam santai dan akrab untuk berbagai fungsi di dalam domain pendidikan. Fenomena ini menunjukkan bahwa penggunaan ragam bahasa santai dan akrab lebih menonjol dalam saluran sms meskipun mungkin terdapat kesadaran, terutama dari pihak mahasiswa sebagai pengirim, bahwa nilai-nilai sosial dalam berbahasa masih perlu dipertahankan dalam berbagai salurannya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Chaer & Leonie Agustina, Sosiolinguistik: Perkenalan Awal, Jakarta, PT Rineka Cipta, 1995.

Abdul Chaer, Psikolinguistik: Kajian Teoretik, Jakarta, PT Rineka Cipta, 2003.

Bernard Spolsky, Sociolinguistics, Oxford, Oxford University Press, 1998.

David Nunan, Introducing Discourse Analysis, London, Penguin Books, 1993.

Janet Holmes, An Introduction to Sociolinguistics (2nd Ed.), Harlow, Pearson Education Limited, 2001.

John W. Creswell, Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches (2nd Ed.), California, Sage Publication, Inc., 2003.

Marianne Celce-Muria dan Elite Olshtain, Discourse and Context in Language Teaching: A Guide for Language Teachers, Cambridge, Cambridge University Press, 2000.

 

Baca juga postingan sebelumny “Makalah Analisa Pendekatan Determinisme Linguistik Terhadap Bahasa Gaul

0 komentar :

Posting Komentar

 
Design by Blogger Indonesia | Bloggerized by Pratama